Pengembangan Potensi Lidah Buaya Pontianak

Tanaman Lidah Buaya telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan. Begitu pentingnya lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan masa mendatang adalah didasarkan pada keunggulan komparatif. Penggunaan tanaman lidah buaya yang cukup besar di dalam industri dikarenakan komponen-komponen yang dimilikinya cukup lengkap dan bermanfaat.

Dari segi kandungan nutrisi, gel atau lendir dalam lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti Zn, K, Fe dan vitamin seperti Vitamin A, B1, B2, B12, C dan E, Inositol, asam folat, dan kholin. Djuebaedah (2003), menyebutkan bahwa gel lidah buaya mengandung 17 jenis asam amino penting. Berdasarkan kandungan nutrisi yang demikian lengkap dan bervariasi maka peluang diversifikasi produk lidah buaya sangat besar.

Pengembangan agroindustri lidah buaya di Indonesia terpusat di Pontianak provinsi Kalimantan Barat. Tanaman lidah buaya yang berasal dari Pontianak (Aloevera chinensis) merupakan varietas terunggul di Indonesia bahkan diakui keunggulannya di dunia. Tanaman jenis ini setiap pelepahnya memiliki berat sekitar 0,8 – 1,2 kg dan dapat di panen setiap bulan sejak bulan ke 10-12 setelah penanaman hingga tahun ke 5.

Mutu panen setiap pelepah sebagian besar tergolong mutu A yaitu tanpa cacat atau serangan hama penyakit daun. Berbeda dengan tanaman lidah buaya yang di budidayakan di luar Pontianak, seperti Amerika dan Cina, setiap
pelepahnya memiliki berat hanya 0,5-0,6 kg dan di panen hanya 1 kali setahun karena kendala musim dingin.

Hingga kini luas areal lahan yang telah ditanami lidah buaya di Kalimantan Barat mencapai 75 Ha, dimana sebagian besar di tanam oleh petani di Kotamadya Pontianak, sedangkan luas potensi wilayah pengembangan adalah 20 ribu hektar. Dalam satu hektar lahan dapat ditanami sekitar 7500 tanaman lidah buaya. Produksinya dapat mencapai rata-rata 6-7 ton per hektar tiap kali panen atau 24-30 ton/ ha per tahun dengan harga daun lidah buaya segar ditingkat petani mencapai Rp. 800-1500 per kg.

Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri makanan, kosmetik farmasi dan lain-lain.

Bila kita cermati hal ini merupakan potensi yang cukup besar untuk mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian berbasis komoditas tanaman lidah buaya di Pontianak. Saat ini lidah buaya telah dapat diolah menjadi bahan shampo, minuman, dodol, kerupuk, dan teh lidah buaya.

Dalam pameran MTQ XXIII Provinsi Kalbar yang diadakan di Pontianak kemarin, stand kafilah Kota Pontianak yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak, tampil dengan berciri khas melayu serta tak ketinggalan tanaman unggulan yakni lidah buaya atau aloevera yang bertujuan untuk mempromosikan tanaman lidah buaya ini sebagai salah satu potensi besar yang dimiliki Kota Pontianak.

Para petani di Kota Pontianak juga terus mengembangkan lidah buaya di lahan gambut. Pertanian lidah buaya ini merupakan andalan petani untuk mendapatkan nafkah hidup, selain upaya memanfaatkan lahan gambut yang tidak sebarang dapat ditanami.

”Terobosan semacam ini sangat perlu untuk menyiasati alam yang tidak terlalu menguntungkan. Lahan gambut sering kali dikenal tidak terlalu subur, tetapi ternyata bisa dimanfaatkan sebagai lahan lidah buaya,” kata Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman, di Pontianak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika ada yang ingin Anda sampaikan. Dengan sangat senang hati saya akan menerima komentar Anda.